Headlines News :
Home » , » Anak Lebih Cepat Kuasai Tablet Ketimbang Laptop

Anak Lebih Cepat Kuasai Tablet Ketimbang Laptop





Jakarta – Jika Anda hanya berminat pada teknologi dan filantropinya, mungkin pernah mendengar Nicholas Negroponte dan inisiatif ‘One Laptop Per Child (OLPC)’-nya.



Terdapat dua bagian utama skema OLPC, yakni menciptakan laptop yang bisa digunakan seharga US$100 (Rp930 ribu) dan memberikan mesin-mesin ini pada anak-anak di seluruh negara berkembang.



OLPC memang terbilang sukses, namun, skema ini hanya mengatasi setengah dari masalah yang ada. Pasalnya, masih banyak anak yang butuh orang untuk mengajar mereka cara menggunakan laptop dan mendidik mereka setelahnya.



Pada akhirnya, alat apapun hanya berguna jika Anda tahu cara menggunakannya dan mendapatkan yang terbaik dari itu. Kini, Negroponte membawa visinya ke tingkat berikutnya dimana anak bisa belajar membaca tanpa butuh guru atau struktur kelas tradisional.



Ia yakin, anak-anak bisa direkayasa untuk belajar dan mendorong rasa ingin tahu alami mereka melalui interaksi yang menghibur dan kebutuhan untuk model pendidikan tradisional akan diberantas.



Pengenalan serta evolusi perangkat tablet menjadi kuncinya. Tak seperti komputer tradisional, tablet secara intuitif mudah digunakan. Berikan iPad atau tablet Android pada anak dan dalam beberapa menit, mereka sudah menemukan cara berinteraksi dengan alat ini di tingkat dasar.



Tatap muka pengguna yang intuitif membuat perangkat tablet sangat ideal untuk alat mengajar anak. Anak-anak bisa berkonsentrasi untuk berinteraksi dengan aplikasi yang dirancang membantunya belajar.



Dengan menangani masalah dasar hardware, Negroponte bekerjasama dengan Tufts University Center for Reading and Language Research mencoba mencari tahu potongan berikutnya teka-teki ini.



Bersama MIT Media Lab, Negroponte dan Tufts University melakukan percobaan dua tahun di beberapa negara termiskin di dunia. Tujuannya untuk mengetahui tingkat melek huruf masyarakat yang tak pernah belajar membaca.



Percobaan ini sendiri telah dimulai dan Negroponte memberi tablet untuk dua desa di Ethiopia dengan basis satu tablet per anak. Tak ada instruksi yang disertakan bersama tablet ini karena tak seorang pun di desa bisa membacanya.



Tablet ini dilengkapi panel surya sehingga bisa mengisi dayanya sendiri di lingkungan yang benar-benar tanpa listrik itu. Tablet ini sendiri telah berisi berbagai aplikasi pendidikan dan alat-alat belajar yang dirancang untuk menarik sifat alami ingin tahu anak.



Tablet ini juga dilengkapi software yang mencatat semua interaksi anak-anak, membangun gambaran jelas soal cara tablet ini digunakan. Tablet ini juga ditanamkan koneksi nirkabel ke ‘sneakernet’. Koneksi ini membuat tim ilmiah di lapangan bisa mempelajari cara anak menggunakan perangkat ini dan cara mereka berkembang.



Aplikasi dan konten baru dapat dikirim ke tablet secara mulus melalui sneakernet dan mampu membuat tablet berkembang seiring keinginan anak belajar lebih banyak. Kunci percobaan ini adalah, sama sekali tak ada kontak langsung dengan anak-anak.



Tahap awal percobaan ini memberi hasil yang cepat di mana anak-anak membuka tablet dan menyalakannya dalam hitungan menit. Pada akhir pekan pertama, rata-rata 57 aplikasi digunakan per hari.



Pada akhir pekan dua, anak sudah belajar melafalkan alfabet dan bahkan bersaing satu sama lain untuk melakukannya. Interaksi alam ini juga merupakan aspek penting dari studi ini, yakni anak-anak yang tertarik pada kolaborasi dan kompetisi.



Kedua faktor tersebut menjadi latar belakang sosiologis untuk bereksperimen yang hampir sama pentingnya dengan tujuan pendidikan. Masih terlalu dini mengatakan, apakah anak-anak akan menyelesaikan perjalanan panjang untuk benar-benar melek secara penuh tanpa masukan orang luar, namun, hasil awal tampak sangat menjanjikan.



Membaca merupakan keterampilan yang mendasar dari hampir semua pembelajaran dan jika tablet komputer bisa memberdayakan anak-anak di seluruh dunia dengan dasar blok pembangun ini, maka teknologi adalah yang terbaik.



“Jika anak bisa belajar membaca, ia dapat membaca untuk belajar,” kata Negroponte. Membaca merupakan hal yang oleh banyak orang dianggap remeh namun tanpa keterampilan ini, apa yang benar-benar bisa kita capai?


Sumber
Share this article :

KOTAK KOMENTAR

INFORMASI PEMASANGAN IKLAN
SMS: 085268127683 (FAST RESPON) ATAU




FANSPAGE FACEBOOK

 
Support : Hajsmy Blog | Kupas
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Unic9 - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Hajsmy Blog